The Macarons Project tentang ‘Hold Us Tight’ dan Ketidaksempurnaan sebagai Kekuatan

The Macarons Project tentang ‘Hold Us Tight’ dan Ketidaksempurnaan sebagai Kekuatan

Macarons.  Saat ini diketahui sebagai penganan khas Perancis. Namun bila ditelusuri, kudapan ini mula-mula dibuat di biara-biara di Venesia, Italia, sekitar abad ke 8. Disebutnya Maccherones. Adalah Ratu Catherine De Medici yang memperkenalkannya keluar negaranya dengan membawa suguhan ini pertama kali ke Perancis pada abad ke-16. Sebuah camilan kecil dengan bagian dalam lembut dilapisi kulit luar yang garing. Rasanya legit. Membuatnya mudah disukai banyak orang. 

Menilik nama The Macarons Project (TMP), apakah begitu musik yang hendak dihidangkan? Manis didengar, renyah dinikmati sembari berkendara pelan-pelan atau menyeruput secangkir teh hangat di beranda? 

Kakak beradik punggawa TMP itu tertawa. “Easy listening, acoustic style, memberi suasana yang bikin orang calmer, santai, buat enjoy the day, it’s just our style, “ kata Ree. “Aku suka banyak genre, sih. Pop, Rock, Emo, juga Indie Rock. Lalu di tahun 2014, di awal terbentuknya TMP dan setelah aku beli gitar akustik pakai uang sendiri, aku jadi lebih merasa cocok dengan gaya akustikan. Menurutku lebih simple. Saat itu aku dan Ree juga lagi suka ndengerin Priscilla Ahn sama Ingrid Michaelson, selain Angus & Julia Stone,“ Dito menambahkan. 

Dito dan Ree, panggilannya. Si Sulung dan Si Bontot dari 4 bersaudara berjarak usia 6 tahun. Mereka membenarkan telah bermusik dari kecil. 

“Dulu punya semacam band keluarga. Sekeluarga main musik bareng. Tampil di acara-acara keluarga seperti pada saat Natal. Mbak Rully main biola dan Mbak Nungky main piano, “ cerita Ree menyebut 2 kakak perempuannya, adik-adik Dito. “Ibu sudah menjadi pemain organ di Gereja sejak masa mudanya. Eyang Kakung dari Ibu merupakan dirigen, pemain biola, juga anggota paduan suara di Gereja. Aku dan Mas Dito sempat belajar musik di Purwacaraka Music Studio. Aku bahkan berlatih vokal dengan Trie Utami sebagai instrukturnya. Waktu itu aku masih kelas 6 SD. Kita growing up sama musik.”

Meski demikian, Dito dan Ree masih menganggap musik sekadar kegemaran. Tidak terlalu serius menjalaninya. Dito melanjutkan pendidikan di Vancouver, Canada, sejak 2005. Ree menyusulnya 2 tahun kemudian. 

Music is a big part of our life. Tapi belum serta merta dijadikan karir or something that we want to pursue. Makanya ketika memutuskan sekolah juga bukan tentang musik, “ ujar Dito.  “Awal pindah ke Vancouver pun kegiatan seputar musiknya hanya sebatas ikutan paduan suara di Gereja. Baru di tahun 2008-2010 kita mulai main musik lagi. Berdua. Bikin cover songs dan merekamnya pakai webcam, “ Ree tergelak mengingat. 

“Sebenarnya pelan-pelan, sih, kita menyadari bahwa musik menjadi salah satu pilihan hidup dan bukan lagi sebatas kesenangan. Berpikir serta berpendapat bahwa ‘this is what we want’ itu gradually happened. Tidak ada exact time. “ Dito dan Ree bergantian bicara membeberkan asal-usul terbentuknya TMP.  “Obrolan soal TMP terjadi di tahun 2014 tapi masih tetap dalam kerangka hobi. Masih on and off. Sampai tiba-tiba di akhir tahun 2016 dikagetkan dengan adanya sebuah video milik kita di YouTube yang lumayan viral, yang membuat kita menulis New Year’s Resolution di awal tahun 2017. Berjanji untuk bikin konten regularly tanpa dibebani harus bagus atau memproduksi karya terlalu bagus tapi yang penting bisa mengunggah video setiap minggu. “

“Sekitar bulan April-Mei 2017, beberapa video mendapatkan banyak viewers dengan jumlah tak terbayangkan sebelumnya. Feedback dengan good response mulai bermunculan sehingga pada Summer tahun yang sama channel TMP memperoleh 10.000 subscribers di YouTube. Di situ pun, kita belum memutuskan akan berkarir di bidang musik. Namun little by little we can actually monetize dari YouTube, little by little mulai merasa bahwa ini bisa menjadi economically sustainable. We think this is what we can do for both living and something that we love to do.”

Tahun 2021, tepatnya di bulan Oktober, TMP mengukir momen bersejarah! Merealisasikan impian lewat single perdana garapan langsung Dito, Ree dan Taylor, suami Ree. Hold Us Tight judulnya. Bermula dari iseng-isengnya Dito memainkan gitarnya saat sedang berada di Bali. 

“Iya. Lagi stay di Bali 4 bulan. Main gitar lalu menemukan finger-picked riff yang, menurutku, lumayan enak didengar. Aku simpan di voice note di ponsel. Bulan Agustus 2020, aku pulang ke sini dan harus melakukan  karantina mandiri. Aku tinggal di basement.  Belum bisa bertemu Ree dan Taylor. Jadilah kita hanya bisa ngobrol-ngobrol dibatasi jendela. Aku di halaman sementara  Ree dan Taylor di dalam rumah. Aku bilang ke Ree bahwa aku punya melodi gitar yang enak. Aku coba mainkan dan ternyata Ree langsung sependapat. Bagus, katanya. Long story short, aku, Ree dan Taylor mencoba merangkai lirik. Mencari tema lagu dulu karena,  basically,  ini pengalaman baru buat semuanya. “

“Suatu hari, di bulan Desember, Taylor menemukan kalimat ‘Do you remember when’ yang membuat kita sepakat menaruhnya sebagai lirik awal, “ Ree melanjutkan. “Kalimat itu kita jadikan patokan utama. Dari situlah timbul ide untuk mengemas lagu itu bernuansa LDR – Long Distance Relationship, mengingat mas Dito juga lagi berjauhan sama istrinya di Indonesia. “

Begitu bersemangatnya mencipta, sampai mereka perlu mendedikasikan adanya satu hari khusus demi menjemput ilham. 

“Kita bikin namanya Sunday Songwriting Session. At least come up with something. Kalau enggak, juga enggak apa-apa. Kita berkumpul bertiga  di depan TV yang dijadikan sebagai layar gagasan bersama. Kadang-kadang bisa muncul  lirik untuk satu bait penuh, kadang-kadang  hanya muncul sepotong kata, kadang-kadang kosong melompong. We just played around. Have a dedicated day to just  focus on writing. Sekalian practice buat diri kita sendiri untuk setia pada komitmen.”

Songwriting selesai kira-kira di bulan Maret 2021. Walaupun prosesnya lama, tapi kita merasa seru banget karena jadi seperti main puzzle. Ha ha ha. Baru setelah itu kita melakukan tryout sambil mencari-cari produser sampai akhirnya, dari sebuah platform musik, kita menemukan Jacob, seorang produser berdomisili di Los Angeles, California, USA, yang kita anggap pas buat kerja bareng. Mulai produksi, sound recording and everything itu between Spring until the end of Summer. Kita bahkan membangun studio di ruang bawah tanah (basement). Menciptakan space buat rekaman.”

Elizabeth Gilbert, penulis buku Eat, Pray, Love yang terjual sebanyak 12 juta kopi dan dialihbahasakan dalam 30 bahasa, berujar bahwa ide serupa makhluk yang minta ‘digandeng menyeberang dari dunianya’. “The idea will pay you a visit. It will try to get your attention. But when it finally realises that you’re oblivious to its message, it will move on to someone else.”

Dito dan Ree sepakat soal itu sekaligus membenarkan perjalanan lagu Hold Us Tight bersifat organik. 

“Bukan sekali jadi semacam masak mi instan atau masak nasi di rice cooker yang tahapan pengerjaannya sudah jelas. Lagu ini memberi tahu keinginannya kepada kita. Seperti menuntun kita. Misalnya pada chorus, hasilnya jadi bergantian instead of menyanyi bareng dengan melodi gitar. Kayak come up on the spot, gitu. Kemudian ada elaborasi juga di beberapa bagian. Membuat lagu ini berkembang dinamis saat mengolahnya.”

Penggarapan lagu yang diakui mereka beratmosfer menyenangkan, mengakibatkan Dito dan Ree sedikit bingung disodori pertanyaan what is your favourite part?

Everything is new. Everything we did from the beginning to the end, even until music video production is really special for me, “ tandas Ree. “Salah satunya yang istimewa adalah waktu bernyanyi dengan teknik bisik-bisik. It’s really fun! Produsernya yang ngajarin how to reach that kind of sound. Cara menghasilkan suara yang super creamy, memiliki efek serta bertekstur. It’s a cool technique that we’ve never heard of! Itulah yang dinamakan everything is falling into pieces karena Jacob pun terlibat dalam pengarahan vokal bukan hanya produser semata.”

Baca juga:  Suara Kemerdekaan Berjarak 8011mil dari Indonesia 🇮🇩

Basically, vokalnya Ree juga ada whisper. Di samping itu, kita juga punya beberapa referensi yang kemudian kita diskusikan dengan produser dan disetujui. Menurut Jacob lagu kita cocok kalau diberi layer untuk semua aransemen dan komposisi secara keseluruhan,“ timpal Dito lebih jauh.  “Sepanjang pengerjaan, kita selalu open to new things demi mengaktualisasikan sebuah lagu yang out of nowhere, out of nothing become something. Tanpa pemaksaan apapun. For me, my fave part adalah ketika Jacob bisa membaca kemauanku. Sebelumnya, waktu masih tryout dengan hanya gitar dan vokal, meskipun belum terlihat dinamikanya pada tiap–tiap bagiannya, tapi aku sudah bisa  membayangkan bahwa lagu ini merangkum situasi touching, hopeful and warm. Dan itu benar-benar diwujudkan dan bahkan hasilnya melebihi dari yang aku bayangkan! Menikmati pengembangan aransemen dalam lagu ini seperti sedang naik Roller Coaster  yang sedang pelan-pelan menuju ke atas lalu seketika meluncur ke bawah dengan kecepatan penuh. Memang sungguh worth it kalau ketemu produser yang sejiwa! Masih ingat  an hour zoom call sama dia pertama kali. Just giving him some ideas of what we want then from there, sudahlah, this is the right guy!”

Berarti sudah puas dengan karya perdana ini? Atau ada yang mau dikembangkan lagi?  

Saudara kandung yang sama-sama menyukai gunung sebagai lokasi liburan ini, kompak menjawab, “Buat single pertama, more than that. More than what we want. Lebih dari yang kita angan-angankan. Semuanya berjalan sebagaimana mestinya dan semuanya just perfect the way it is. Right now, this is perfect and this is great! This is us!

Mereka kemudian berebutan saling memuji. 

“Petikan gitarnya Mas Dito super soft dan enak didengar”.

“Vokalnya Ree keren banget.”

What’s next? Pertanyaan yang selalu diajukan setelah sebuah usaha selesai dikerjakan secara optimal. 

“Kita sedang menyiapkan rilis original song lainnya, next 2-3 months. By early next year, we have something else either original or we have more covers, too.”

Wow! Good Luck!

“Thank You!”

Anyways, rasanya ingin tahu juga, deh, what strenght that you believe make you a great musician dan elemen apakah yang membuat TMP disukai?

Ree mempersilakan Dito menjawab lebih dulu. “I think, justru not trying to be perfect. Tidak jadi perfeksionis itulah yang jadi strength karena kita bisa berjalan terus bikin karya daripada fokus pada satu hal yang mesti sempurna yang akhirnya malah membuat kita jalan di tempat dan tidak beranjak ke mana-mana. Kita pernah mengalaminya di tahun 2014. Mengharuskan karya yang sangat prima. Sempurna segala-galanya. Tapi hal itu bikin kita tidak bisa mengunggah video karya kita secara berkala dan konsisten sehingga kehilangan momentum. Padahal dengan mempublikasikan karya regularly, meskipun barangkali kurang ideal, kita bisa mempelajari kelemahan atau kekurangan kita di situ untuk diperbaiki gradually pada karya-karya berikutnya. Open dengan banyak skills. Improving our skills.”

“Aku setuju sama Mas Dito. Just knowing who you are. Tidak berusaha menjadi orang lain. I think as long as we’re being true to ourselves it will show how much passion inside us more, and that’s one of the keys to being successful as a musician.”

Dito menyebut bahwa ciri khas TMP terletak pula pada tone suara Ree yang unik. 

“Keunggulan TMP, salah satunya, di vokal Ree yang agak distinct dari female vocalists lainnya.  Itu jadi semacam identifikasi juga buat TMP. Meskipun sekarang ini sudah mulai banyak yang mirip suara Ree,  tapi salah satu komentar di YouTube mengatakan bahwa suara Ree termasuk salah satu yang otentik. Memang sudah begitu sejak awal kelahiran TMP. Bukan baru saja muncul. “

When people do mainstream, we’re trying not to follow, “ Ree meneruskan. “You’re gonna look the same eventually eventhough you’re gonna go viral. It’s just temporary banget. Bisa tiba-tiba unknown. Meanwhile kita persistent dari awal kita jalan. Contohnya waktu kita memilih lagu-lagu untuk dibuat cover, if the song is good but if it’s not us necessarily, di mana kita tidak terlalu ‘nangkepfeelingnya sehingga enggak kena, then we don’t want that to happen and sometimes we just don’t publish it. Kita memilih jalan sendiri yang, mungkin, bukan jalan yang dipilih orang lain dan terbukti, banyak yang setia mendengarkan musik yang kita buat. “

Kalau begitu, apa arti penggemar buat TMP?

Ree cepat menukas, “Wah! Tanpa mereka, jelas kita tidak mungkin sampai di sini. Sampai bisa sejauh ini. They give us support, mereka yang motivate us in a way to start TMP.“

Kebalikan dari biasanya, di mana penggemar terbentuk belakangan, maka TMP justru menempatkan penggemar musiknya sebagai yang mula-mula mendorong TMP lahir. Diakui Ree dan Dito secara rendah hati bahwa TMP menjelma sebuah project yang serius ditekuni karena adanya penggemar. 

That’s how we started TMP. Our YouTube growing with so many listeners yang suka. Mereka punya peran penting yang bikin kita growing. Kita menyebut mereka di sosial media dengan panggilan TMP Fam. Lebih terasa sebagai community. Bahkan untuk lagu Hold Us Tight ini kita sudah mendapat so many good stories lewat komentar-komentar di sosial media. People have been sharing their stories, how it relates to them and how to make them feel, and that’s the idea we want.”

“Ada sebuah komentar yang aku baca, yang bilang dia jadi lebih kuat menjalankan hubungan jarak jauh setelah mendengarkan lagu Hold Us Tight. I guess it’s like positive impact, karena aku sedang begitu juga dengan istri. Berarti kumpulan those emotions yang diterjemahkan ke melodi gitar kemudian dipindahkan ke rangkaian kata lalu ke vokal ternyata bisa diterima baik sampai ke hati. Kita bermusik bukan cuma buat kita tapi orang lain yang mendengarnya juga feels the same way. Itu membahagiakan buatku, buat kita, buat TMP. Thank You for believing us and for being part of TMP Family and supporting us.

Dito pun mengamini bahwa kecanggihan teknologi berperan teramat penting dalam mendekatkan TMP dengan TMP Fam. “We’re in perfect time. Especially as a musician. Opportunities, resources, pembuatan music video, menyapa penggemar, everything is easier as an independent artist, sebagai musisi going through the digital age. As long as you’re willing to learn.”

Original songs akan selalu berbahasa Inggris?

“Belum tahu.”

Makanan kesukaan?

Dito: “Ayam Penyet. Ha Ha Ha.”

Ree: “Semua makanan suka. Tapi kalau lagi under the weather, maunya Pho Vietnam.”

Kegemaran lain selain musik?

D: “Menanam. Sekarang lagi nanem tomat, cabe, kentang dan lettuce.”

R: “Masak. Biasanya masak hasil kebunnya Mas Dito! Ha Ha Ha.”

Back to Top