Nyanyian daun-daun bambu, gemerisik putik-putik bunga bersiap mekar, cuitan bersahutan dari sarang-sarang burung pada ranting-ranting melintasi alam adalah sekumpulan pembawa berita Musim Semi milik Rabindranath Tagore (1861-1941).
The Cycle of Spring judulnya dalam bahasa Inggris. Pertama kali terbit tahun 1917. Terjemahan dari tulisan aslinya yang berbahasa Bengali bertajuk Phalguni. Merupakan satu dari dua buku drama (play) Rabindranath terkait musim yang meskipun plotnya tipis namun kaya akan musik pengiring. Karya mengenai Musim lainnya lagi bertutur Musim Gugur.
Masa adalah masa. Rabindranath menunjukkan bahwa berbicara hal-ihwal Musim Semi berarti menyoal musim pembaruan itu sudah dimulai. Selalu ada realitas baru di dalamnya dan Musim Semi bisa saja tiba di depan mata tanpa disadari.
Berbeda dengan musim sebelumnya yaitu Musim Dingin yang didefinisikan keputusasaan, keterpurukan, kesuraman yang melumpuhkan, maka Musim Semi dipenuhi energi harapan yang memobilisasi penuh para pelaksana kehidupan agar menggenggam optimisme tak terbatas.
“Come and rejoice, for April is awake. Fling yourselves into the flood of being, bursting the bondage of the past. April is awake. Life’s shoreless sea is heaving in the sun before you. All the losses are lost, and death is drowned in its waves. Plunge into the deep without fear, with the gladness of April in your heart.”
Rabindranath hidup dan menulis dalam lingkungan di mana seni dan pengalaman tentang keindahan diletakkan begitu penting dalam hidup manusia. Menjadikan drama dalam The Cycle of Spring tersebut terbagi 4 kisah berisi lagu dan puisi yang menggelontorkan penuh-penuh keseharian manusia. Melarung banyak wawasan pencerahan spiritual dan fisik. Kalimat-kalimat sejenis, “Saat kita berlari ke depan dengan kecepatan penuh, mata kita terus menatap ke depan dan kita tidak melihat apa pun di kedua sisi kita”, berhamburan banyaknya.
Juga perkara kegigihan sebagai elemen penting mengupayakan diri pribadi lebih rasional dan matang, dituangkannya lewat pernyataan semacam “Ketika kita merasa yakin bahwa kita masih hidup, maka kita tahu pasti bahwa kita akan terus hidup.”
Selama masih bernapas artinya hidup. Tidak ada halangan yang dapat menyudahi mencapai hari yang lebih baik. Bertahan pada keyakinan sendiri membuat hasrat tak gampang terbengkalai.
Hidup dimaknai serius Rabindranath bagai ‘titik embun pada daun teratai’. Sekejap saja menguap. Sehingga terlalu singkat untuk menyimpan dendam dan hal-hal negatif.
“Life is fleeting, Life is waning, Life is like a dew-drop on a lotus leaf.”
Pujangga masyhur sekaligus salah satu tokoh kebangkitan India paling disayangi ini telah menempatkan negaranya pada peta sastra dunia ketika Gitanjali, buah penanya, dianugerahi Hadiah Nobel untuk Sastra pada tahun 1913. Dengan segudang pemikiran, Rabindranath adalah seorang penyair, penulis cerita pendek, novelis, dramawan, penulis esai, pelukis dan komposer lagu. Sosoknya diakui di seluruh dunia sebagai pemikir sosial, politik, agama, estetika dan inovator dalam pendidikan. Kehadiran yang betul-betul hidup.
“In the open world, all is change, all is life, all is movement. And he whoever moves and journeys with this life movement, dancing and playing on his flute as he goes, he is the true Renouncer. He is the trus disciple of the minstrel Poet.”
Rabindranath Tagore adalah Musim Semi itu sendiri.
Photo & Video by Eduardus Pradipto