Ruang utama kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Vancouver hari Senin sore, 8 Juli 2019, semarak dengan bahasa yang tak lazim terdengar di situ. Instruksi verbal non diplomatik, seperti, ‘Agem kiri, Sledet, Tapak Sirang, Nyeregseg’ bertaburan dan dipatuhi serius oleh sekitar 20 orang yang berjajar membentuk 2 barisan.
Sanggar Sampan Bujana Sentra kiranya sedang menggelar pelatihan dasar Tari Bali.
Sesuatu yang sungguh-sungguh dianggap perlu karena demikianlah cara untuk meninggalkan jejak seni di negara yang disinggahi.
Hampir 50 tahun sudah, sanggar tari yang dulu bernama Himpunan Seniman Muda Indonesia, melanglang buana dengan dedikasi penuh menyebarluaskan peradaban Indonesia di dunia.
Sejak dari acara EXPO di Jepang tahun 1970 sampai sekarang, tak kurang dari 50 negara telah menjadi saksi perjalanan jauh pengejawantahan kebanggaan pada negeri dengan mengikuti berbagai misi kebudayaan di negara-negara tetangga seperti Philippine, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, Taipei, China dan Singapore, sampai ke Switzerland, Jerman, Perancis, Inggris, Belgia, Belanda dan Spanyol di benua Eropa, hingga menyambangi Iraq, Tunisia, Algeria, Bahrain, Srilanka dan Amerika Serikat.
Kehadiran sanggar tari yang kini memiliki 100 orang anggota ini pun dalam rangka berpartisipasi pada acara Silk Road Festival yang diselenggarakan di Vancouver Art Galery, tanggal 6 dan 7 Juli 2019 lalu. Sebuah festival multikultur dari negara-negara yang termasuk dalam kawasan perdagangan Jalan Sutra di abad 19. Dalam kesempatan itu, sanggar tari Sampan Bujana Sentra mempersembahkan tari Pelegongan Mesatya dan tari Topeng dari Bali, tari Kiprah Glipang dari Jawa Timur, tari Lenggang Nyai dari Betawi serta nukilan sendratari Ramayana berlakon Shinta Hilang dan Rahwana Gugur. Di samping itu, 11 orang penari terbaik tersebut juga mendapat kesempatan tampil dalam perhelatan Wayang Kulit di Museum of Anthropology, University of British Columbia. Tentu saja, kesemuanya mendapat perhatian dan apresiasi berkelimpahan dari warga Vancouver.


Didirikan oleh Sampan Hismanto, seorang empu dan legenda tari Indonesia, sanggar tari Sampan Bujana Sentra kini diteruskan oleh putri-putra beliau, Uniek Sampan Hismanto dan Djatmiko H. Hismanto yang terjun langsung menjadi pengajar bersama dengan guru-guru lainnya, seperti I Gusti Bagus Adi Perbawa atau Miki Setio Utomo yang bahkan telah bergabung sejak kecil.
Selain melatih tarian buah karya Sang Maestro, para pengajar juga melestarikan tari-tarian dari seluruh daerah di Nusantara, seperti tari Puragabaya dari Jawa Barat, tari Gong Mandau dan tari Garantunglalang dari Kalimantan Tengah, tari Merak Kesimpir dan tari Clempung dari Jawa Tengah, tari Kipas Pakarena dari Sulawesi Selatan, tari Varia Andalas dari Sumatera dan sebagainya.
Tak terhitung jumlahnya.
“Melakukan road show di Indonesia dan luar negeri dengan mementaskan seluruh karya tari serta sendratari, khususnya ciptaan almarhum Bapak, lalu ditayangkan di media televisi nasional dan internasional adalah cita-cita kami”, ujar Mbak Uniek yang tekun menari sedari usianya masih 2 tahun. Langkah awalnya dengan memindahkan seluruh lagu-lagu tari yang dipunyai ke dalam bentuk digital agar tidak rusak dan senantiasa abadi beriringan jaman sembari terus mengadakan pelatihan (workshop) di berbagai tempat.
Seperti sore itu, bukan hanya masyarakat Indonesia di Vancouver yang mendulang ilmu, namun juga 2 orang dari komunitas Budaya Nusantara di Calgary, Alberta. “Kami memang sengaja terbang ke sini untuk mengikuti workshop. Teramat sayang bila dilewatkan”, kata Lina Asensio dan Chandra Garland.


Merawat kebudayaan memang memerlukan nafas panjang.
Sebuah peran yang tidak bisa disepelekan.
Sanggar Sampan Bujana Sentra sudah melantaskan dan akan terus melarung sepanjang hayat dikandung badan.