Aku rindu pada bahagia anak, yang menunggu bapaknya pulang, dari gunung membawa puput, sepotong bambu tumbuh di paya-paya| Pada perahu tiba-tiba muncul sore, dari balik tanjung di teluk danau, membawa Ibu dari pekan, dengan oleh-oleh kue beras bergula merah| Aku rindu pada malam berbulan, kala si tua dan si adik mandi sinar purnama, berkaca di permukaan danau biru – sebelum air mengelucak di musim kemarau|
Begitu nukilan puisi berjudul Danau Toba, dari Sitor Situmorang, sastrawan kondang kelahiran Tapanuli, Sumatera Utara. Tak terperi, memang, kecintaan masyarakat suku Batak pada Danau Toba. Lewat keindahannya, lahir ratusan lagu, tarian serta karya sastra. Sebagian besar bertutur mengenai kenangan masa kanak-kanak dan kerinduan akan kampung halaman.
Kebanggaan jelas kian membuncah manakala tanggal 2 Juli 2020 bertempat di Paris, Perancis, pada perhelatan Sidang ke 209 Dewan Eksekutif UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization), Danau Toba ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark. Menjadikan Danau Toba tersertifikasi tingkat dunia, sehingga Indonesia dapat mengembangkan Danau Toba melalui jaringan Global Geopark Network dan Asia Pacific Geopark Network, khususnya dalam kaitan pemberdayaan masyarakat lokal, dengan memadukan 3 potensi utamanya, yaitu geodiversity (keragaman geologi), biodiversity (keanekaragaman hayati) dan culture diversity (keragaman budaya serta adat-istiadat).
Danau Toba terbentuk dari letusan dahsyat gunung berapi raksasa sekitar 74.000 tahun yang lalu. Runtuhnya permukaan gunung membentuk kaldera seluas 1707 km2 yang, kemudian, dipenuhi air. Menjadikan Danau Toba sebagai danau vulkanik terbesar di dunia.
Bagi masyarakat suku Batak, keberadaan Danau Toba teramatlah penting. Seperti dikatakan Raymond Sitinjak, seorang suku Batak asli, yang telah 28 tahun lamanya bermukim di Vancouver. “Danau Toba itu sakral bagi kami, sebab itu adalah tempat asal muasal orang Batak. Tempat lahirnya Nenek Moyang kami. Ke manapun kami merantau, kami tak boleh lupa dengan Danau Toba. Memelihara Danau Toba berarti merawat adat isitiadat dan budaya leluhur kami yang sudah melekat erat dalam kehidupan kami”. Karenanya, Raymond Sitinjak menyambut gembira penetapan Danau Toba sebagai UNESCO Global Geopark. “Itu adalah sesuatu yang sangat pantas dan layak”.
Terletak persis di tengah-tengah propinsi Sumatera Utara, membuat Danau Toba dikelilingi 7 Kabupaten: kabupaten Samosir, kabupaten Simalungun, kabupaten Humbang Hasundutan, kabupaten Dairi, kabupaten Karo dan Toba Samosir serta kabupaten Tapanuli Utara. Menurut Raymond Sitinjak, terdapat 5 suku Batak di Sumatera Utara, yaitu suku Batak Toba, suku Batak Simalungun, suku Batak Karo, suku Batak Mandailing dan suku Batak PakPak-Dairi. Raymond Sitinjak sendiri berasal dari suku Batak Toba.
Saat ditanya kenangan paling berkesan baginya di Danau Toba, Raymond Sitinjak berujar sembari tertawa, “Memancing, main sampan, menangkap ikan dengan doton dan memandikan kerbau!”.
O Tano Batak haholongankku, sai na malungun, do au tuho, sai namasihol do au, sai naeng tu ho.
O Tanah Batak kesayanganku, selalu rindu aku padamu, selalu ingin rasanya aku bersamamu.
HORAS!
Keterangan judul: Marnonang-nonang dalam bahasa Batak berarti bercengkrama.