All roads lead to Rome. Semua jalan menuju Roma. Memang benarlah adanya. Setidaknya di Vancouver. Dari mana pun arahnya, akan sangat mudah menjangkau kantong imigran Italia yang terletak di distrik Commercial Drive.
Area yang aslinya bernama Grandview ini kemudian dikenal sebagai “Little Italy” tatkala usai Perang Dunia II, sebagian besar warga asli Italia di dekat Union Street bergerak berbondong-bondong ke bagian timur Vancouver dan bergabung bersama para pendatang baru dari Italia. Sejak itulah komunitas ini berkembang pesat dan semarak dengan restoran, café serta toko-toko yang menjual serbaneka produk dan pernak-pernik berciri Italia.
Sebut saja Arriva’s Ristorante yang sudah berumur 33 tahun. Sebuah fine dining restaurant yang menyediakan Stracciatella, Rombo Al Radicchio dan Ossobuco Milanese secara otentik. Ada pula Federico’s Supper Club yang selama 20 tahun menawarkan old school atmosphere dengan imbuhan live music dan dancing five nights a week. Mulai dari Mambo, Waltz, Neapolitan Saltarello sampai Hip Hop. Sebelumnya, sempatkan mampir sejenak di Fratelli Bakery, untuk mencicipi Nocciole, Saint Honore, Torta Veneta dan aneka Italian Cakes selain Tiramisu. Pastikan juga agar menyinggahi La Grotta Del Formaggio yang sepanjang 40 tahun menyajikan beragam keju Italia. Seperti diketahui, Italia adalah negara yang memiliki varian keju terbanyak di dunia (sekitar 2500 jenis), semisal Nostrano Semigrasso, Caciotta Della Lunigiana, Alpeggio di Trioria, Pecorino atau Formagella Valcavallina.


Demikianlah. Nuansa Italia memang kental terasa. Warna hijau, putih, merah mendominasi setiap sudut trotoar. Meskipun begitu, mereka tetap lebur, membaur dalam “atmosfer” majemuk yang dimiliki Vancouver. Tidak serta merta menutup diri dan berubah idiosinkretis.
Famoso, contohnya. Kedai pizza ini tampil beda dengan menu fusion bernama Spicy Thai Pizza, di antara menu pizza tradisional lain yang dipunyainya. Pizza tipis khas Italia, yang setelah dibakar dalam tungku berbahan bakar batubara, diberi lapisan saus kacang di atasnya, ditambah fire-roasted chicken dan 2 macam keju yaitu Fior-di-latte serta Smoked Mozzarella, ditaburi irisan wortel, tauge, daun ketumbar (cilantro), remahan kacang serta irisan jeruk nipis. Rasanya? Enak sekaligus unik!



Hal serupa dijumpai di Abruzzo. Berlokasi persis di seberang Famoso. “Café ini umurnya sudah 50 tahun. Baru Tante beli 4 tahun lalu”, kata Tante Wiwied membuka percakapan. Perempuan Indonesia bernama lengkap Cyrilla Conforti ini menikah dengan pria berkebangsaan Italia dan menjalankan usaha Café tersebut bersama.
Interiornya dipenuhi pajangan kaos sepakbola, sebuah TV berukuran besar dan sebuah bola di dalam kotak kaca. Bola yang digunakan pada ajang Piala Dunia. “Tempat ini sudah lama sekali ngetop buat nongkrong untuk nonton pertandingan sepakbola. Pasti heboh. Penuh sesak dan meriah banget”, lanjutnya tertawa. Kali ini sambil menyuguhkan Spumone, gelato tiga rasa — cherry, pistachio dan coklat dengan isian butiran kacang serta buah-buahan kering di dalamnya — yang menjadi cikal bakal es krim Neapolitan.





Sewaktu mengambil alih Abruzzo, banyak pelanggan lama menyangsikan kehandalan perempuan yang jago menari dan pernah menjadi murid tari Sanggar Sampan Bujana Sentra.
“Tadinya mereka (pelanggan yang udah dari dulu-dulu) nggak percaya kalau orang Indonesia bisa bikin kopi enak, pizza enak atau biscotti enak. Tapi Tante tunjukkin, donk. Tante khan diajarin langsung sama Ibu Mertua. Istilahnya dalam bahasa Italia itu cucina casalinga. Masakan rumahan yang resepnya dan cara bikinnya diajarin turun-temurun. Lama kelamaan mereka malah terkagum-kagum. Tante dapet banyak pujian. Mereka nggak sangka, orang Indonesia bisa bikin makanan Italia dengan rasa asli. Katanya, ‘Aduh! Ini persis banget dengan bikinan nenek saya!’”, tuturnya tergelak bercampur kebanggaan.
Tak berhenti di situ, Tante Wiwied menambahkan sentuhan Indonesia dengan sesekali memunculkan Nasi Uduk lengkap, Biji Salak atau Klepon. “Laris! Mereka doyan banget. Sampai antre dan kadang-kadang harus pesan dulu sebelumnya”, ujarnya berbinar.
Malam menggulita. Little Italy beranjak semarak. Tak terkecuali Abruzzo. Tante Wiwied sibuk wara-wiri.
Obrolan diakhiri sementara disertai janji pasti dilanjutkan lagi.
Dikawani dengan pekat Espresso dan sepiring Ongol-Ongol, barangkali?
Kredit Foto: Eduardus Pradipto @ditronic
Artikel bagus, yg diriset dan ditulis dgn baik. Thanks
Saya orang diaspora Indo yg sudah menetap di CDN dari kecil. Dan Commercial Dr., daerah tongkrongan saya waktu jaman mahasiswa dulu, memang daerah yg kaya budaya dan sejarah. Dan juga politik. Pada tahun 80’an daerah itu adalah daerah aktifis dan dissidents.
Sekarang jadi teringat. Thanks for the reminder. Keep on writing.
Terima Kasih sudah membaca Daun Maple. Boleh, lho, kalau mau kirim2 cerita tentang Canada.
Artikel bagus, yg diriset dan ditulis dgn baik. Thanks
Saya orang diaspora Indo yg sudah menetap di CDN dari kecil. Dan Commercial Dr., daerah tongkrongan saya waktu jaman mahasiswa dulu, memang daerah yg kaya budaya dan sejarah. Dan juga politik. Pada tahun 80’an daerah itu adalah daerah aktifis dan dissidents.
Sekarang jadi teringat. Thanks for the reminder. Keep on writing.
Artikel bagus, yg diriset dan ditulis dgn baik. Thanks
Saya orang diaspora Indo yg sudah menetap di CDN dari kecil. Dan Commercial Dr., daerah tongkrongan saya waktu jaman mahasiswa dulu, memang daerah yg kaya budaya dan sejarah. Dan juga politik. Pada tahun 80’an daerah itu adalah daerah aktifis dan dissidents.
Sekarang jadi teringat. Thanks for the reminder. Keep on writing.