“Kamu yakin, Pru?”
“Bapak tidak yakin sama aku?”
“Oke. Tanggung jawab, ya!”
Begitu penggalan obrolan gagah berani Pruistin dengan sang Bapak tatkala mengutarakan pilihan hidupnya, 3 tahun lalu, di usia 15 tahun.
Melanglang ke negara berjarak 8011mil jauhnya. Sekolah sambil tetap bermain Softball.
“Sejak kecil aku memang suka olahraga. Olahraga apapun. Mulai main Softball dari kelas 1 SD. Ikut ekskul. Setelah itu sempet berhenti sekitar 3 tahun karena bosan. Lalu coba-coba olahraga lain, seperti sepakbola. Sampai suatu hari, tiba-tiba saja, aku diajak oleh Om Toar, our family friend, yang juga adalah salah 1 pelatih dan manajer dari Tim Softball Garuda, untuk ikut bertanding ke Vietnam. Jadilah aku tekun berlatih Softball lagi dan terus main Softball sampai sekarang”.
Baca Tulisan Pruistin Ramadhan: Kekuatan dari Sebuah Komunitas
“Aku merasa banyak mendapat kemudahan untuk bisa sampai di sini. Bisa punya guardian amat baik di sini yang membuat aku tidak merasa sendirian dan asing. Kemudian, lagi-lagi, dibantu Om Toar, aku bisa terhubung dengan klub Softball di sini. Dan, yang paling seru adalah ketika aku main dan berhasil Home Run. Bolanya sampai keluar pagar!”, Pruistin bertutur setengah berteriak mengisahkan kembali. “Padahal sebelumnya aku sempat merasa minder karena badanku yang kalah tinggi dan kecil dibanding teman-temanku. Seneng banget rasanya! Sesudah pertandingan itu, jalanku yang sudah mudah terasa semakin gampang. Bahkan kabar Home Run itu sampai ke Indonesia dan aku mendapat tawaran untuk berlaga di PON (Pekan Olahraga Nasional) 2021 nanti di Papua. Sesuatu yang jadi impianku sejak aku umur 12 th!”.


“TINTIN!”, cepat Pruistin menjawab pertanyaan mengenai bacaan favoritnya. “Aku punya cerita menarik tentang ini. Dulu, setiap kali akan turun ke lapangan untuk main Softball, aku selalu melakukan perjanjian khusus sebelumnya dengan Bubu, panggilanku buat Ibuku. Kalau mainku bagus, aku boleh beli komik Tintin. Itu betul-betul membakar semangatku. Aku main sebaik-baiknya supaya setelahnya, aku bisa beli komik Tintin. Setiap kali mukul bola, hanya komik Tintin yang ada dalam kepalaku. Sekarang komik Tintin-ku sudah lengkap”, Pruistin tergelak.
“Dari Snowy, anjingnya Tintin, aku belajar mengenai kesetiaan. Aku meniru loyalitas Snowy pada Tintin. Aku loyal pada Tim Softball Garuda dan itu membuka jalanku ke sini. Aku loyal pada Tim Softball Islanders dan itu membuka jalanku untuk diterima di Douglas College. Aku bahkan sudah menandatangani kontrak. Resmi bergabung dengan Tim Softball di Douglas College”.
“Nooooooooooooo”, Pruistin Aisha Haque Ramadhan panjang bereaksi dengan entah seberapa banyak huruf ‘O’, saat ditanya apakah pernah merasa berat menyandang namanya. “Aku tahu ada banyak doa Bubu dan Bapak buatku di situ. Bubu berpanas-panas di lapangan bertahun-tahun, nemenin aku main Softball. Bapak nemenin aku waktu aku pertama kali datang ke sini, nemenin ketemu pelatih-pelatih Tim Softball. Sampai hari ini pun aku masih selalu mencari cara untuk membuat kedua orangtuaku dan adik-adikku bangga. Aku cinta mereka”. Suara Pruistin sedikit bergetar.
Sebagai pemenang pertama Lomba Menulis 2020 kerjasama KJRI Vancouver dan Daun Maple, maka menulis, bagi Pruistin, lebih dari sekedar hobi. “Menulis itu bisa melepaskan stress. Aku pernah berdebat dengan Bubu sampai Bubu menangis. Aku lalu tulis surat. Menumpahkan segala maksud dan perasaanku. Aku berbaikan dengan Bubu dan aku dikasih makanan sama Bubu”, tutur Pruistin yang juga pernah menyabet juara 2 Lomba Menulis bertema Kesehatan Dunia saat di bangku kelas 6 SD Madania.
Pengelana ada akhirnya. Pengembara ada ujungnya. Ke muara mana Pruistin mengalirkan perjalanannya?
“Cita-citaku nanti bergerak di bidang Sports Management”.
Ketika kesempatan itu datang, apa yang akan dilakukan Pruistin pertama kali?
“Mendengarkan suara atlet!”, tegasnya.
“Sebagai atlet, banyak hal yang aku pelajari. Soal team work, misalnya. Juga komitmen, dedikasi tinggi, rendah hati dan selalu berbagi. Aku ini orangnya selalu pengen tahu. Ingin belajar. Banyak bertanya. Aku senang kalau orang-orang yang aku tanya, bersedia mengajariku. Menjawab pertanyaanku. Jadi aku juga harus begitu. Harus mau menjawab kalau ada yang tanya-tanya ke aku. Enggak boleh sombong karena di atas langit pasti masih ada langit!”.